BAB II
STUDI PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Perumahan
1.
Pengertian
perumahan
Beberapa
pengertian tentang perumahan, yaitu:
1)
Perumahan adalah
kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah yang layak huni. (Sumber: UU No. 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman) .
2) Perumahan
merupakan tempat tiap individu yang ada saling berinteraksi dan mempengaruhi
satu sama lain serta memiliki sense of
belonging atas lingkungan tempat tinggalnya.
3) Perumahan
merupakan salah satu bentuk sarana hunian yang memiliki kaitan yang sangat erat
dengan masyarakat. Hal ini berarti perumahan di suatu lokasi sedikit banyak
mencerminkan karakteristik masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut.
2.
Jenis
dan fungsi
perumahan
a. Jenis
perumahan dapat dibedakan menjadi: (Suparno Sastra. M, Marlin, Endy. Perencanaan dan Pengembangan
Perumahan. 2006)
1) Perumahan
sederhana merupakan jenis perumahan yang biasanya diperumtukan bagi masyarakat
yang berprnghasilan rendah atau mempunyai keterbatasan daya beli. Perumahan
sederhana ini biasanya memiliki sarana dan prasarana yang masih minim.
2) Perumahan
menengah biasanya sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
operasional perumahan, seperti jalan, open
space berikut tamannya, jalan berikut perabotnya (street furniture) serta lampu taman dan lampu jalan, bahkan kadang-kadang
dilengkapi juga dengan fasilitas untuk olah raga. Perumahan menengah biasanya
terletak tidak jauh dari pusat kota disesuaikan dengan tuntutan pemakai rumah
(konsumen) yang menginginkan aksebilitas yang tinggi dengan kelengkapan sarana
dan prasarana penunjang yang dilengkapi fasilitas pendukung lain, seperti pusat
perbelanjaan, pusat pendidikan, pusat pelayanan barang dan jasa dan sebagainya.
3) Perumahan
mewah merupakan jenis perumahan yang dikhususkan bagi masyarakat yang
berpenghasilan tinggi, seperti direktur perusahaan, praktisi professional,
pengusaha nasional dan internasional, maupun para investor yang ingin berbisnis
dibidang properti, khususnya jual beli fasilitas hunian (residensial). Apabila ditinjau dari jenis dan harga yang
ditawarkan, jenis perumahan mewah tentu dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang sangat lengkap, seperti pusat olah raga, taman dan fasilitas
bermain, gedung pertemuan, pusat perbelanjaan bahkan fasilitas rekreasi yang
repsentatil.
b. Fungsi
perumahan, yaitu:
1) Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas. (UU
No. 9
tahun 2009
Tentang Perumahan dan Permukiman).
2) Pemakaian
atau penggunaan perumahan adalah sah apabila ada persetujuan pemilik dengan
mengutamakan fungsi perumahan bagi kesejahtraan masyarakat. (Pasal 7 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah).
3.
Dasar
perundangan dan peraturan pembangunan perumahan
Adapun
peraturan-peraturan dan arahan tersebut antara lain: (Suparno Sastra. M, Marlina, Endy. Perencanaan dan Pengembangan
Perumahan. 2006).
a. Tuntutan
kesesuaian peruntukan lahan
Untuk
menjamin terciptanya daya dukung lingkungan yang optimal, pembangunan perumahan
harus sesuai dengan daerah peruntukannya, pada lokasi yang memang diperuntukan
bagi hunian dan permukiman.
b. Konsep
pembangunan yang berwawasan lingkungan
Tindakan
antisipasi untuk pembangunan perumahan yang berwawasan lingkungan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan mendudukkan objek (lokasi
aktifitas) dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, misalnya penanganan
untuk hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan hidup yang dapat berdampak
terhadap lingkungan sekitas perumahan.
c. Perbandingan
antara wilayah terbangun (Build Up Area) dengan wilayah terbuka (Open Space) sebesar 60% : 40%
Peraturan
yang harus dipatuhi oleh pengembang dalam membangun suatu perumahan adalah
bahwa pengembang harus membagi daerah peruntukkan dan wilayah terbuka sebesar
60% dan 40%. Realisasi dari aturan ini adalah pembagian antara luasan hunian
total sebesar 60% dan luas wilayah terbuka jalan dan ruang terbuka) sebesar
40%.
d. Rencana
sarana dan prasarana perumahan
Pengembang
harus menyiapkan sarana dan prasarana pendukung yang sesuai dengan klasifikasi
perumahan yang dibangun agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga, misalnya
membuat saluran air bersih dan saluran air kotor, memasang jaringan telepon,
jaringan listrik, melakukan pengerasan jalan yang menuju lokasi perumahan, dan
sebagainya, sehingga memperlancar sirkulasi lalu-lintas dari perumahan menuju
perumahan.
e. Legalitas
perusahaan
Agar
dapat menjalankan bisnis properti (real
estate), pengembang secara yuridis harus berbadan hokum untuk menjamin kelancaran
operasional perusahaan serta untuk menjamin kewajiban dan tanggung jawab
perusahaan (pengembang) terhadap konsumen (pembeli rumah).
f. Perizinan
proyek
Kewajiban
lain yang harus dipenuhi oleh pengembang dalam melaksanakan pembangunan
perumahan adalah izin atas proyek yang akan dibangun tersebut, yaitu meliputi:
1) Izin
Penggunaan dan Peruntukan Tanah (IPPT)
2) Izin
Penetapan Lokasi (IPL)
3) Pengajuan
dan Pengesahan Site Plan
4) Izin
Mendirikan Bangunan (IMB)
5) Pengesahan
Sertifikiat Tanah
4.
Pertimbangan
perletakan unit hunian dalam kompleks perumahan
Pemenuhan
kebutuhan perumahan dapat dilakukan oleh pemerintah, instansi swasta maupun
perseorangan. Besarnya angka kebutuhan ruang di daerah perumahan dalam
masyarakat merupakan lahan usaha bagi instansi swasta untuk kegiatan
pengembangan permukiman ini. Agar aktifitas pengembangan permukiman ini dapat
berjalan dengan baik, selaras dan sinergis dengan pengembangan ruang secara
lebih luas, maka pelaksanaannya harus memperhatikan aturan-aturan pengembangan
di daerah itu.
Unit-unit
hunian dapat diletakkan secara berkelompok dalam daerah yang direncanakan
dengan arahan sebagai berikut: (Suparno
Sastra. M, Marlina, Endy. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. 2006).
a. Kelompok
rumah
1) Pengembang
perumahan di daerah kemudahan tingkat I
Pengembangan
perumahan tingkat I diperbolehkan kurang dari 50 unit. Pertambahan perumahan
diperbolehkan dalam batasan daya dukung prasarana dan fasilitas yang terdapat
disekitarnya sesuai dengan standar yang berlaku di daerah tersebut.
2) Pengembang
perumahan di daerah kemudahan tingkat II
Lingkungan
perumahan terkecil yang dibagun terdiri dari 50 unit rumah dengan ketentuan
lingkungan tersebut mempunyai unsur kelengkapan minimal yang harus ada, seperti
warung dan lapangan bermain.
3) Pengembang
perumahan di daerah kemudahan tingkat III
Lingkungan
perumahan terkecil yang dapat dikembangkan di daerah ini sejumlah 200 unit
rumah dengan ketentuan lingkungan tersebut mempunyai unsur pengikat, yaitu satu
unit pendidikan terendah (TK), warung dan lapangan bermain.
b. Kepadatan
(Groos Density)
Kepadatan
pembangunan perumahan dapat dibedakan menjadi:
1) Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I
Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I, dalam satu hektar maksimum 115 rumah, di samping
bangunan dan persil tanah yang diperlukan untuk fasilitas pendukung seperti
warung, ruang bermain dan lain- lain.
Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I, dalam satu hektar minimum 72 rumah, di
samping bangunan dan persil tanah yang diperlukan untuk fasilitas pendukung
seperti warung, ruang bermain dan lain-lain.
2) Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat II
Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I, dalam satu hektar maksimum 72 rumah,
di samping bangunan dan persil tanah yang diperlukan untuk fasilitas pendukung
seperti warung, ruang bermain dan lain-lain.
Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I, dalam satu hektar minimum 50 rumah, di
samping bangunan dan persil tanah yang diperlukan untuk fasilitas pendukung
seperti warung, ruang bermain dan lain-lain.
3) Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat III
Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I, dalam satu hektar maksimum 50 rumah,
di samping bangunan dan persil tanah yang diperlukan untuk fasilitas pendukung
seperti warung, ruang bermain dan lain-lain.
Pembangunan
perumahan di daerah kemudahan tingkat I, dalam satu hektar minimum 27 rumah, di
samping bangunan dan persil tanah yang diperlukan untuk fasilitas pendukung
seperti warung, ruang bermain dan lain-lain.
c. Luas
persil
1) Luas
persil bangunan yang diperkenankan di daerah kemudahan tingkat I:
a) Luas
persil minimum 60 m2
b) Luas
persil maksimal 90 m2
2) Luas
persil bangunan yang diperkenankan di daerah kemudahan tingkat II:
a) Luas
persil minimum 90 m2
b) Luas
persil maksimal 120 m2
3) Luas
persil bangunan yang diperkenankan di daerah kemudahan tingkat III:
a) Luas
persil minimum 120 m2
b) Luas
persil maksimal 200 m2
d. Lebar
muka persil
Untuk persil
yang berbentk teratur, lebar muka persil minimum adalah 3 m, sedangkan untuk
persil yang tidak teratur maka lebar muka persil minimum 4,5 m.
e. Garis
sempadan
Untuk sebidang
tanah yang mempunyai luas persil kurang dari 90 m2 maka jarak garis
sempadan minimum1,5 m.
Untuk sebidang
tanah yang luas persilnya lebih besar atau sama dengan 90 m2 maka
garis sempadannya minimum 3 m.
f. Building coverage
Building
coverage menunjukkan perbandingan antara luasan
persil terbangun dengan luasan persil seluruhnya. Ketentuan kelayakan untuk
sebuah hunian, Building coverage
maksimum adalah 60%. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan dan
kelestarian lingkungan. Dampak yang dapat dirasakan paling nyata dalam hal ini
adalah terkait dengan pasokan air bersih di lahan kita. Semakin kecil Building coverage bangunan kita ,
berarti semakin luas lahan yang tidak terbangun, yang berarti semakin luas
permukaan lahan yang berpotensi untuk meresapkan air kedalam tanah persil
tersebut. Banyaknya air yang meresap dalam persil tersebut akan mempengaruhi
pasokan air bersih di sumur yang berada dalam persil tersebut.
5.
Prasarana
lingkungan perumahan
Dalam
sebuah lingkungan perumahan harus disediakan prasarana untuk memberikan
kemudahan bagi penghuni. Prasarana-prasarana yang harus disediakan adalah
sebagai berikut: (Sumber: UU No. 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman).
a. Jalan
Klasifikasi
jalan pada lingkungan perumahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Jalan
penghubung lingkungan, yaitu jalan yang menghubungkan lingkungan perumahan yang
satu dengan yang lainnya atau menghubungkan lingkungan perumahan dengan
fasilitas layanan di luar lingkungan perumahan.
2) Jalan
poros lingkungan perumahan, yaitu jalan utama pada suatu lingkungan perumahan.
3) Jalan
lingkungan, yaitu jalan pembagi suatu lingkungan perumahan, yang herarkinya
lebih renda dari pada jalan poros lingkungan perumahan.
Proporsi jalan pada lingkungan perumahan
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu;
1) Pada
perumahan daerah kemudahan tingkat I, jalan lingkungan II dan III sebesar 80%,
jalan lingkungan I 15%, dan jalan poros lingkungan 5%.
2) Pada
perumahan daerah kemudahan tingkat II, jalan lingkungan II dan III sebesar 60%,
jalan lingkungan I30%, dan jalan poros lingkungan 10%.
3) Pada
perumahan daerah kemudahan tingkat III, jalan lingkungan II dan III sebesar
40%, jalan lingkungan I 40%, dan jalan poros lingkungan 20%.
b. Air
minum
Suatu lingkungan perumahan harus
menyediakan sumber air bersih bagi warganya. Sumber air bersih ini dapat saja
disediakan per unit ataupun secara sentral untuk seluruh area permukiman.
c. Air
limbah
Lingkungan perumahan yang baik harus
mempunyai sarana pengolahan air limbah. Karena fungsinya sebagai kawasan
permukiman, sebagian besar air limbah merupakan limbah rumah tangga, yang
pengelolanya cukup dengan menyediakan septictank dan sumur resapan.
d. Pembuangan
aAir hujan
Untuk pembuangan air hujan dapat
disediakan sumur resapan di area-area terbuka di dalam kawasan perumahan
ataupun berupa selokan yang dikendalikan bersama untuk seluruh area perumahan.
Untuk memenuhi persyaratan kesehatan, saluran air hujan ini sebaiknya saluran
tertutup.
e. Pembuangan
sampah
Sarana pembuangan sampah merupakan
kelengkapan yang penting terkait dengan persyaratan kesehatan lingkungan.
Tempat pembuangan sampah rumah tangga sebaiknya disediakan pada setiap unit
hunian. Dari unit-unit hunian ini sampah diangkut ke tempat pembuangan
sementara (TPS).
f. Jaringan
listrik
Sesuai tuntutan kebutuhan hidup saat
ini, listrik merupakan sarana penerangan yang penting. Pada lingkungan
perumahan, pasokan listrik harus diperhitungkan dengan standar minimal 450 VA
per keluarga atau 90 VA per individu.
6.
Fasilitas
lingkungan permukiman
Lingkungan permukiman
yang baik harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelayanan bagi
penghuninya. Fasilitas-fasilitas ini secara umum dapat dibedakan menjadi: (Sumber: UU
No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).
a. Fasilitas
pendidikan
Pendidikan merupakan
sarana untuk membangun individu. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan
merupakan suatu factor penting bagi peningkatan derajat social seseorang.
Karenanya kawasan permukiman dilengkapi dengan fasilitas pendidikan sesuai
dengan standar di bawah ini:
1) Untuk
setiap 1.000 penduduk harus disediakan satu fasilitas pendidikan setingkat
Taman Kanak-kanak (TK).
2) Untuk
setiap 1.600 penduduk harus disediakan satu fasilitas pendidikan setingkat
Sekolah Dasar (SD).
3) Untuk
setiap 6.000 penduduk harus disediakan satu fasilitas pendidikan setingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
b. Fasilitas
kesehatan
Suatu lingkungan
permukiman yang penduduknya telah mencapai 6.000 orang, selain harus dilengkapi
dengan fasilitas pendidikan, juga harus dilengkapi dengan fasilitas kesehatan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk
setiap 6.000 jiwa harus disediakan satu fasilitas kesehatan setingkat puskesmas
pembantu yang sebaiknya diletakkan di tengah- tengah lingkungan permukiman
dengan radius pencapaian maksimum 1.500 m yang dilengkapi dengan fasilitas
pendukung, seperti tempat praktek dokter.
2) Apabila
jumlah penduduk mencapai 10.000 jiwa, maka lingkungan permukiman harus
dilengkapi dengan rumah bersalin dan apotek. Fasilitas ini sebaiknya diletakkan
di tengah-tengah dengan radius pencapaian maksimum 2.000 m.
3) Untuk
setiap 30.000 jiwa harus disediakan satu fasilitas kesehatan setingkat
puskesmas yang lebih tinggi dari pada puskesmas pembantu. Pada lingkungan ini
harus disediakan puskesmas induk yang mewadahi lima puskesmas pembantu.
c. Fasilitas
perbelanjaan dan niaga
Fasilitas perbelanjaan
dan niaga merupakan fasilitas komersial sebagai layanan sebuah lingkungan
permukiman. Fasilitas ini direncanakan dengan tujuan untuk mempermudah
aktifitas ekonomi masyarakat. Ketentuannya adalah sebagai berikut:
1) Untuk
lingkungan perumahan dengan penduduk mencapai 250 jiwa sebaiknya disediakan
fasilitas perbelanjaan terkecil yang dapat berwujud warung yang menyediakan
kebutuhan sehari-hari. Fasilitas ini sebaiknya diletakkan ditengah-tengah
dengan radius pencapaian maksimum 300 m.
2) Apabila
jumlah penduduk telah mencapai 2.500 jiwa, suatu lingkungan permukiman
sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan berupa pertokoan yang
diletakkan ditengah-tengah dengan radius pencapaian maksimum 500 m.
3) Apabila
jumlah penduduk sudah mencapai 30.000 jiwa, suatu lingkungan permukiman
sebaiknya mempunyai pusat perbelanjaan lingkungan sebagai tempat jual beli
keperluan sehari-hari. Pusat perbelanjaan ini terdiri dari pertokoan dan pasar,
yang sebaiknya terletakkan ditengah-tengah agar mudah dicapai oleh setiap warga
permukiman.
4) Untuk
lingkungan perumahan setara kecamatan dengan jumlah penduduk mencapai 120.000
jiwa sebaiknya mempunyai pusat perbelanjaan dan niaga setara kecamatan. Selain
itu, perlu juga dilengkapi dengan bank dan industri unit produksi yang tidak
menimbulkan gangguan polusi serta tempat-tempat hiburan.
d. Fasilitas
pemerintah dan layanan umum
Untuk member layanan
yang lebih baik kepada masyarakat. Selain fasilitas-fasilitas standar di atas,
perlu juga disediakan fasilitas umum lain, seperti:
1) Untuk
setiap 500
KK atau 2.500 jiwa penduduk perlu disediakan balai pertemuan, parkir umum,
kamar mandi umum dan pos keamanan.
2) Untuk
setiap 6.000 KK atau 30.000 jiwa perlu dsediakan kantor kelurhan, pos polisi,
kantor pos pembantu, pos pemadam kebakaran, parkir umum dan kamar mandi umum,
serta gedung serba guna.
3) Untuk
setiap 24.000 KK atau 120.000 jiwa perlu disediakan kantor kecamatan, kantor
polisi, kantor pos cabang, kantor telepon cabang, pos pemadam kebakaran, parker
umum, kamar mandi umum, gedung serba guna dan gardu listrik.
e. Fasilitas
peribadatan
Untuk membangun
kehidupan rohani warga, dalam suatu kawasan permukiman juga perlu disediakan
sarana peribadatan. Ketentuannya adalah sebagai berikut (misalnya 80% penduduk
beragama islam):
1) Untuk
setiap 500 KK atau 2.500 jiwa perlu disediakan satu buah langgar.
2) Untuk
setiap 6.000 KK atau 30.000 jiwa, selain langgar juga perlu disediakan masjid.
3) Untuk
setiap 24.000 KK atau 120.000 jiwa, perlu disediakan masjid setingkat kecamatan
dan fasilitas ibadah lain disamping masjid dan langgar tingkat kecamatan.
f. Fasilitas
rekreasi dan kebudayaan
Untuk memberikan
keseimbangan pada kondisi psikologis warga, selain fasilitas-fasilitas diatas
perlu juga disediakan fasilitas rekreasi dan kebudayaan sebagai sarana
apresiasi diri. Ketentuannya adalah sebagai berikut:
1) Untuk
setiap 6.000 KK atau 30.000 jiwa (setingkat kelurahan) perlu disediakan gedung
serbaguna.
2) Untuk
setiap 24.000 KK atau 120.000 jiwa (setingkat kecamatan) di samping gedung
serbaguna perlu juga disediakan gelanggang remaja.
g. Fasilitas
olahraga dan lapangan
terbuka
Pada suatu kawasan
permukiman perlu juga disediakan fasilitas olahraga dan lapangan terbuka.
Ketentuannya adalah sebagai berikut:
1) Untuk
kelompok 50 KK atau 250 jiwa (setingkat RT) perlu disediakan tempat bermain
anak sebagai pengikat lingkungan.
2) Untuk
kelompok 500 KK atau 2500 jiwa (setingkat RW) perlu disediakan lapangan
terbuka, sebaiknya berupa tanaman yang sekaligus dapat digunakan untuk
berolahraga (volley, badminton, dan lain-lain).
3) Untuk
kelompok 6.000 KK atau 30.000 jiwa (setingkat kelurahan), di samping tempat
bermain anak, lapangan terbuka, perlu juga disediakan lapangan olahraga.
4) Untuk
kelompok 24.000 atau 120.000 jiwa (setingkat kecamatan), selain
fasilitas-fasilitas di atas, perlu juga lapangan olahraga yang di perkeras
seperti tennis, bola basket, dilengkapi dengan tempat ganti pakaian dan kakus
umum.
7.
Perletakan
unit rumah
Perencanaan
rumah dapat dikatakan berhasil apa bila rumah tersebut dapat digunakan dengan
nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara sehat dan layak.
Perletakan
unit-unit hunian pada suatu kawasan permukiman dapat direncanakan dengan pola
sebagai berikut: (Badan Standardisasi
nasional (BSN). Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. 2006).
a. Rumah
tunggal
Rumah tunggal
merupakan tempat kediaman di mana bangunan induk tidak berhimpitan dengan
bangunan lain atau bangunan tetangga maka yang boleh berhimpitan adalah
bangunan turutannya.
b. Rumah
gedung dua (Kopel)
Rumah kopel
adalah suatu tempat kediaman di mana salah satu sisi bangunannya berhimpitan
dengan bangunan tetangga pada bagian rumah induk. Pada suatu kelompok
perumahan, desain rumah kopel lebih sering dijumpai. Desain rumah kopel
seringkali didapatkan dengan mencerminkan denah rumah I ke denah rumah II
sehingga dua buah rumah akan berhimpitan dengan denah yang saling berkebalikan.
c. Rumah
gandeng banyak
Rumah gandeng
banyak adalah sekelompok kediaman dimana satu atau lebih dari dua bangunan.
Pada rancangan gedung banyak akan kelompok rumah tersebut, baik atau deretan
yang arahnya kesamping
maupun yang
deretan yang arahnya kebelakang. Maksimum panjang bangunan pada rumah gandeng
banyak adalah 30 m atau 6 unit rumah.
8.
Persyaratan
merancang rumah
Selain
ketentuan-ketentuan yang sudah disebutkan di atas, perancangan sebuah rumah
juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:
a. Keamanan
Bangunan
adalah wadah tempat penggunaanx melakukan aktivitas. Desain bangunan dikatakan
berhasil baik apabila bangunan tersebut benar-benar dapat mewadahi aktivitas
dari fungsi-fungsi yang sesuai dengan yang direncanakan. Karenanya untuk
menghasilkan rancangan bangunan yang baik maka terlebih dahulu harus diketahui
fungsi-fungsi yang akan ditampung di dalam bangunan itu. Demikian pula halnya
dengan rumah tinggal.
Agar
bangunan dapat digunakan sesuai dengan fungsi yang direncanakan, bangunan
tersebut harus berdiri kokoh, kuat, mampu mengampu beban-beban yang di
terimanya, baik beban bangunan itu sendiri maupun beban yang timbul sebagai
akibat dari adanya fungsi itu. Pengertian ‘kuat’ disini terkait erat dengan
struktur dan konstruksi bangunan.
Struktur
adalah suatu rangkaian yang disusun sedemikian rupa sehingga mampu mendirikan
suatu bentuk tertentu dan dapat difungsikan dengan aman sesuai maksud
pendiriannya. Dalam pengertian ini terkadang beberapa pengertian tentang
struktur, di antaranya:
1) Struktur
bangunan merupakan suatu rangkaian dari beberapa bagian yang secara keseluruhan
bekerja bersama-sama untuk membuat suatu bentuk dapat berdiri.
2) Struktur
bangunan berfungsi untuk mendirikan bangunan sedemikian rupa sehingga banguanan
tersebut dapat difungsikan dengan aman, tidak mudah roboh.
Dalam
pengertian di atas, suatu bangunan dapat dikatakan dirancang dengan benar
apabila bangunan tersebut dalam kondisi aman, stabil dan dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan sesuai rencananya. Berdasarkan pengertian ini , rancangan
sebuah rumah tinggal tersebut harus memenuhi persyaratan keamanan, dimana rumah
tersebut harus kokoh, kuat mampu mengampu aktifitas menghuni yang dilakukan di
dalamnya sesuai dengan maksud perancangannya.
b. Kesehatan
Rumah
tinggal adalah bangunan yang digunakan untuk mewadahi seluruh aktivitas
menghuni. Agar aktifitas tersebut dapat berkelanjutan dalam jangka panjang,
salah satu persyaratan yang perlu dipenuhi adalah masalah kesehatan. Untuk
memenuhi persyaratan ini sebuah rumah tinggal harus dilengkapi dengan
sarana-arana yang diperlukan untuk memelihra kebersihan dan kesehatan, di
antaranya adalah:
1) Kamar
madi dan WC beserta saluran pembuangan dan pengelolaannya sebagai sarana
melakukan aktivitas buang air kecil, mandi dan buang air besar. Dengan tersedianya
sarana ini diharapkan kotoran penghuni bangunan tersebut dapat di tampung
dengan baik, tidak mencemari lingkungan rumah dan sekitarnya sehingga akan
menghindari penghuni dari bahaya penyakit.
2) Saluran
pembunagan air hujan sebagai sarana penyaluran dan pembuangan air hujan. Dengan
tersedianya sarana ini diharapkan dapat dihindari terjadinya genagan air hujan
disekitar bangunan yang dapat megakibatkan memancing pembiakan nyamuk yang
berbahaya bagi kesehatan.
3) Tempat
penimbunan atau penampungan sampah sementara. Dengan tersedianya sarana ini
maka sampah rumah tangga akan dapat ditimbun sehingga tidak dikerumuni lalat
atau berbau. Apabila lahan di sekitar bangunan tidak memungkinkan untuk
dilakukan penimbunan sampah maka cukup menyediakan tempat penampungan sampah
sementara. Secara berkala sampah rumah tangga ini di ambil oleh petugas yang
ditunjuk untuk dipindahkan ke TPA yang telah disediakan oleh pemerintah daerah
setempat.
Rumah yang baik
adalah rumah yang dapat menjaga kesehatan penghuninya. Oleh karena itu
perancangan sarana-sarana kesehatan ini merupakan salah satu aspek penting yang
harus dipertimbangkan dalam perancangan rumah tinggal.
c. Kenyamanan
Apabila
persyaratan di atas telah terpenuhi, lebih jauh lagi perlu dipertimbangkan
masalah kenyamanan rumah tinggal. Aspek kenyaman ini meliputi ranah yang sangat
luas, mencakup beberapa aspek yang di antranya adalah sebagai berikut:
1) Kenyaman
termal
Kenyaman termal
adalah kenyamanan yang terkait dengan suhu udara. Setiap daerah mempunyai iklim
dan suhu udara yang berbeda-beda. Begitupula dengan kemampuan adaptasi dari
masyarakatnya.
Perancangan
rumah tinggal harus memberikan solusi untuk mendapat kenyaman termal, yang
penyelesaiannya bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Pada daerah bersuhu tinggi ataupun rendah, sebuah rumah tinggal harus dirancang
agar dapat melindungi penghuninya dari serangan suhu. Pertimbangan-pertimbangan
kenyamanan termal ini akan menentukan material bangunan yang digunakan, bentuk
bangunan yang dirancang, bukaan-bukaan pada bangunan dan lain-lain.
2) Kenyamanan
audio
Setiap
lingkungan mempunyai kondisi yang berbeda-beda, termasuk kadar kebisingan.
Rumah dengan kebisingan tinggi tentu tidak nyaman dihuni. Pola kondisi seperti
ini, perancangan rumah memerlukan solusi khusus yang mereduksi kebisingan yang
berasal dari luar bangunan, yang dilakukan dengan memasang material peredam
bunyi pada dinding bangunan ataupun menata lanskap.
pada rumah
tersebut dengan tatanan pereduksi bunyi, misalnya mengunakan tanaman-tanaman
ataupun gundukan tanah sebgai barier kebisingan.
3) Kenyamanan
visual
Kenyaman visual
dapat diwujudkan dengan pemilihan warna-warna dinding dan elemen rumah yang
lainnya (furniture, ornament, dan lain-lain). Selain itu kenyamanan visual ini
dapat pula diupayakan dengan menyatukan
elemen luar bangunan, seperti tanaman, air dan lain-lain dengan elemen
dalam bangunan, dengan membuat rancangan bukaan-bukaan ruang yang relative
besar sehingga pemandangan luar menyatu dengan desain ruang dalam.
d. Keindahan
Di antara
pesyaratan-persyaratan untuk rumah, keindahan adalah aspek terakhir yang harus
dipertimbangkan. Setelah pertimbangan-pertimbangan lain yang harus lebih
mendasar terpenuhi, selanjutnya barulah dipertimbangkan aspek keindahannya.
Aspek ini terkait erat dengan perwujudan rumah tinggal untuk memenuhi kebutuhan
akan penghargaan, pengakuan dan ekstensi diri, serta kebutuhan untuk dapat
menikmati keindahan. Aspek ini dipenuhi setelah perwujudan rumah sebagai
kebutuhan pokok terlewati. Biasanya aspek ini dipertimbangkan oleh masyarakat
golongan ekonomi menengah keatas, di mana kebutuhan pokok jasmaniah bukan
merupakan masalah yang sulit.
B.
Tinjauan
Terhadap Arsitektur Hijau
1.
Pengertian
arsitektur hijau
Arsitektur
hijau adalah salah satu rancangan lingkungan binaan, kawasan, dan bangunan yang
komprehensif. Perancangan dengan arsitektur hijau harus sesuai dengan kriteria
dalam penggunaan sumber daya alam, yang minim menimbulkan dampak negatif, serta
dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Hal ini diawali dengan kekakuan
arsitektur modern pada abad ke-20. Perkembangan arsitektur post-modern yang
mempertimbangkan aspek iklim maupun budaya regional yang sesuai dengan konteks
lokal menjadi awal mula perkembangan arsitektur yang sadar akan lingkungan dan
menjadi sebuah kriteria perancangan arsitektur dewasa ini.
Pemikiran
baru dalam perancangan arsitektur yang sekarang di kenal dengan arsitektur
hijau adalah konsep yang berwawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian
mengenai konservasi lingkungan global alami dengan penekanan pada efisiensi
energi, pola berkelanjutan, dan pendekatan holistik.
Arsitektur
hijau yang akrab dengan sebutan green
architecture merupakan arsitektur berkelanjutan atau bangunan yang peduli
terhadap lingkungan. Pengertian yang lebih luas berarti cara berpikir yang
meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan dalam suatu perencanaan, proses
pembangunan dan pengelolaan suatu hunian dan berupaya meningkatkan efisiensi.
Arsitektur
hijau, secara sederhana mempunyai pengertian bangunan atau lingkungan binaan
yang dapat mengurangi atau dapat melakukan efisiensi sumber daya material, air
dan energi. Dalam pengertian yang lain adalah bangunan atau lingkungan binaan
yang efisien dalam penggunaan energi air dan segala sumber daya yang ada,
maupun menjaga keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya dalam
mengembangkan produktivitas penghuninya serta mengurangi sampah, polusi dan
kerusakan lingkungan.
Disamping
itu, konsep bangunan yang hijau, seringkali diasosiasikan dengan banyak
tanaman, hal ini tidak sepenuhnya benar, karena konsep hijau ini juga bisa
ditentukan oleh elemen-elemen lain seperti konstruksi, utilitas bangunan,
pengolahan air, material bangunan dan sebagainya.
Aspek-aspek
yang perlu diperhatikan dalam konsep arsitektur hijau adalah skala ruang,
efektifitas dan efisiensi ruang, perzoningan yang tepat, peletakan ruang,
penghawaan alami yang baik, dan pencahayaan alami yang baik.
Menurut
Brenda dan Robert Vale dalam buku Green Architecture Design for A
Sustainable Future. Pengertian green
architecture adalah:
a. Pengertian
secara umum
Green architecture atau
arsitektur hijau adalah suatu pola pikir dalam arsitektur yang memperhatikan
dan memanfaatkan dari keempat dasar unsur natural yang ada di dalam
lingkungannya dan dapat membuat hubungan saling menguntungkan dengan alam:
1) Udara:
suhu, angin, iklim, dan lain-lain
2) Air:
air, kelembaban, dan lain-lain
3) Api:
matahari, unsur panas, dan lain-lain
4) Bumi:
faktor unsur tanah, habitat, flora, fauna, dan lain-lain
b. Pengertian
secara khusus
Green architecture
merupakan suatu pola pikir dalam arsitektur yang memperhatikan unsure-unsur
alam yang terkandung di dalam suatu tapak untuk dapat digunakan.
2.
Prinsip-prinsip arsitektur hijau
Prinsip-prinsip
green architecture menurut Brenda dan Robert Vale, dalam buku Green
Architecture Design for A Sustainable Future:
a. Hemat
energi/Conserving energy: Pengoperasian bangunan harus meminimalkan
penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energy
alam sekitar lokasi bangunan ).
b. Memperhatikan
kondisi iklim/Working with climate: Mendisain bagunan harus berdasarkan
iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.
c. Minimizing
new resources: Mendesain dengan mengoptimalkan
kebutuhan sumberdaya alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan
dapat digunakan di masa mendatang/penggunaan material bangunan yang tidak
berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.
d.
Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan
kenyamanan penghuni bangunan tersebut/Respect
for site: Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak
kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai,
tapak aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada
).
e. Merespon
keadaan tapak dari bangunan/Respect for user: Dalam merancang bangunan
harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.
3.
Faktor
pertimbangan desain arsitektur hijau
a. Efisiensi
energi dan menciptakan energi
Efesiensi
energi berupa pengaturan secara efesiensi dari suatu hunian terhadap kebutuhan
listrik, gas ataupun air yang diperlukannya. Hal ini berbanding lurus dengan
ukurannya artinya semakin besar energi yang diperlukan, maka lay out tata ruang memiliki andil yang
besar. Arsitek diharapkan bias menangkap kebutuhan yang paling mendasar dari
penghuni dan menyajikannya dalam desain yang terencana, sehingga tidak ada
ruang-ruang yang terbuang dan terbengkalai.
Menciptakan
energi sendiri belum cukup populer di Indonesia, mayoritas masih mengandalkan
perusahaan listrik Negara (PLN). Dalam jangka panjang, perencanaan hunian perlu
terobosan untuk menciptakan listrik untuk rumah sendiri. Sumber energi bisa
diperoleh dari kondisi geografi tempat tinggal. Angin, panas matahari dan air,
merupakan bagian contoh sumber energi yang bisa diolah lebih lanjut.
Aplikasi yang bisa dilakukan yang berkaitan dengan energy
production (produksi energi) adalah :
1)
Photovoltaics
Adalah
sel untuk mengkonversi energi sinar matahari menjadi energi listrik. Pemasangan
sel surya bisa dilakukan pada atap, fasade, sebagai sun shading dan di
ruang terbuka.
(Gambar 2.1 : Sistem sel photovoltaics)
(Sumber : Sketsa berdasarkan standarisasi )
(Gambar 2.2 : Penempatan sel photovoltaic)
(Sumber : Sketsa berdasarkan standarisasi)
b. Penghijauan
Penghijauan
tidak hanya diterapkan pada ruang-ruang publik saja, tetapi juga pada hunian
itu sendiri, yang betujuan mengoptimalkan penyerapan air dan memberikan nilai
tambah bagi lingkungan sekitarnya. Yang terpenting adalah sebagai taman aktif
yang mewadahi kegiatan. Apakah hanya untuk bercengkrama, bermain, ataupun
entertainment seperti jemuran, barbeque dan pesta. Bentuknyapun beragam dapat
seluruhnya tertutup tanaman ataupun hanya setempat-setempat saja. Yang
terpenting, harus teduh agar dapat digunakan kapan saja.
Manfaat
penghijauan terhadap manusia:
1) Tanaman
bernapas: mengeluarkan O2 dan mengisap CO2
2) Manusia
bernapas: mengisap O2 dan mengeluarkan CO2
Manfaat tanaman
hijau:
1) Menyehatkan
manusia dengan sirkulasi pernapasan
2) Menyegarkan
lingkungan/ruangan
Penempatan
tanaman hijau bisa disesuaikan dengan kondisi bangunan, halaman di luar atau di
dalam, di pot bunga di dalam ruangan, di muka jendela kamar.
(Gambar 2.3 : Penerapan tanaman hija, pada teras, bawah
bangunan)
(Sumber : Sketsa berdasarkan analisa penulis)
(Gambar 2.4 : Penerapan tanaman hijau di depan jendela)
(Sumber : Sketsa berdasarkan analisa penulis)
c. Penggunaan
material lokal, bahan alami dan bahan sisa bangunan
Prioritaskan
penggunaan material lokal, bahan alami dan bahan sisa pembangunan untuk
merencanakan hunian, disamping masalah efisiensi juga membantu mengurangi
sampah lingkungan. Material lokal dan alami yang dapat digunakan adalah bambu,
batako, batu gamping, batu kali, pasir pantai, dan lain-lain. Yang dapat
disertakan dalam perencanaan hunian. Kayu dapat juga disertakan dengan
pertimbangan kayu dari jenis pohon yang cepat pertumbuhannya, sehingga tidak
merusak ekosistem. Pengaturan sirkulasi udara, cahaya dan utilitas dengan upaya
memanfaatkan kondisi alam semaksimal mungkin untuk kenyamanan hunian.
Aplikasi yang dilakukan, berupa:
1)
Batu bata alami atau
fabrikasi batu bata ringan
Bahan dinding
dipilih yang mampu menyerap panas matahari dengan baik. Batu bata alami atau
fabrikasi batu bata ringan (campuran pasir, kapur, semen, dan bahan lain)
memiliki karakteristik tahan api, kuat terhadap tekanan tinggi, daya serap air
rendah, kedap suara, dan menyerap panas matahari secara signifikan.
(Gambar 2.5 : Bata sekam padi)
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum)
2)
Baja
ringan dan aluminium
Untuk kerangka
bangunan utama dan atap, kini material kayu sudah mulai digantikan material
baja ringan. Akibat
pembabatan kayu hutan yang tak terkendali menempatkan bangunan berbahan kayu
mulai berkurang sebagai wujud kepedulian dan keprihatinan terhadap penebangan
kayu dan kelestarian bumi. Peran kayu pun perlahan mulai digantikan oleh baja
ringan dan aluminium.
Baja
ringan dipilih
berdasarkan beberapa tingkatan kualitas tergantung dari bahan bakunya. Rangka
atap dan bangunan dari baja memiliki keunggulan lebih kuat, antikarat,
antikeropos, antirayap, lentur, mudah dipasang, dan lebih ringan sehingga tidak
membebani konstruksi dan fondasi, serta dapat dipasang dengan perhitungan
desain arsitektur dan kalkulasi teknik sipil.
3) Genteng sejuk
(semen ijuk)
Genteng semen ijuk adalah
genteng beton yang dibuat dengan campuran pasir, semen dan ijuk
sebagai bahan pengisi.
(Gambar 2.6 : Genteng semen ijuk)
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum)
4) Panel sekam padi
Salah satu
pengembangan bahan bangunan dari limbah sekam padi menjadi papan sekam padi yang nantinya
digunakan untuk langit-langit dan dinding
partisi non-strukutral.
(Gambar 2.7 : Papan sekam padi)
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum)
5)
Beton
Penggunaan
beton berdasarkan desain bangunan nantinya berupa arsitektur panggung /
eksplorasi. Pemiliham material ini dipilih karena penggunaan material papan
saat ini sangat mahal, dengan mengurangi pemakaian material kayu kita juga
mengurangi dampak kerusakan bumi.
6)
Linoleum
Linoleum
tersusun dari material anorganik dan organik Bahan pelapis lantai
ini bisa
menjadi alternatif bahan untuk lantai rumah. Untuk
memasangnya hanya butuh permukaan rata seperti lantai semen, lalu diberi
perekat khusus.
Sebagai bahan
lantai, jika tak lagi dibutuhkan, Linoleum mudah diurai kembali oleh
tanah, alias ramah lingkungan. Inilah yang menjadi salah satu
kelebihannya. Linoleum,
bahan yang terbuat dari bahan alami yang terukur dan dihasilkan dari sumber
daya yang bisa diperbaharui. Terdapat setidaknya enam bahan utama, linseed
oil, rasin, woodfloor, limestone, pigment, jute .
(Gambar 2.8 : Linoleum, bahan pelapis lantai)
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum)
d. Efisiensi
dan perlindungan air tanah
Efisiensi
dan perlindungan air tanah mulai diperhitungkan sejak perencanaan KDB/Koefisien
Dasar Bangunan yang dipersyaratkan sehingga masih memiliki ruang terbuka untuk
penempatan sumur resapan, lubang biopori ataupun septicktank ramah lingkungan
yang tidak mencemarkan lingkungan. Penampungan air hujan dan air kotor dalam
suatu hunian dipusatkan dalam sumur resapan, untuk menjaga kelestarian air
tanah lingkungan sekitarnya. Sumur resapan dan biopori prinsipnya memiliki
tujuan yang sama, yaitu memudahkan air menyerap ke dalam tanah. Perbedaan
terletak pada cara kerjanya.
Salah satu alternatif pengolahan air hujan adalah
menggunakan lubang resapan biopori. Resapan biopori meningkatkan daya resapan
air hujan dengan memanfaatkan peran aktifitas fauna tanah dan akar
tanaman.Lubang resapan biopori adalah lubang silindris berdiameter 10-30 cm
yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman sekitar 100 cm.
Dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, lubang biopori dibuat
tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diisi dengan
sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.
(Gambar 2. 9 : Penerapan biopori)
(Sumber : Peneliti Institut
Pertanian Bogor)
Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil)
yang dibuat oleh aktifitas fauna tanah atau akar tanaman. Kehadiran
terowongan/lubang-lubang biopori kecil tersebut secara langsung akan menambah
bidang resapan air. Sebagai contoh, bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm
dan dengan kedalaman 100 cm, maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak
3140 cm² atau hampir 1/3 m².
Selain
alternatif tersebut juga digunakan Rainwater
harvesting,
Adalah
mengumpulkan air hujan untuk berbagai keperluan.
(Gambar 2. 10 : Skema rainwater harvesting)
(Sumber : Google Image)
e. Pencahayaan
alami
Pencahayaan
alami mengacu pada arah mata angin, sehingga diperoleh pencahayaan yang
maksimal. Untuk mendapatkan suhu yang nyaman dalam ruang, penempatan kanopi,
tirai atau jenis barrier lainnya patut diperhatikan, sehingga penggunaan
peralatan modern seperti AC dan lain-lain yang menyedot banyak energi bisa
diminimalisir atau dihindarkan.
(Gambar 2.11 : Pencahayaan)
(Sumber : Sketsa berdasarkan hasil analisa)
f. Cross ventilation
Untuk
memperoleh sirkulasi udara yang mengalir perlu mengambil pelajaran dari teknik
bangunan tempo dulu, yang berhasil mengatur aliran udara dan pencahayaan yang
baik serta struktur bangunan yang kuat dan awet hingga sekarang. Faktor yang
mudah dilihat yaitu karena tingginya ukuran plafond dan jendela, kemiringan
atap yang relatif curam dan ketebalan dinding bangunan yang semuanya bertujuan
pada kenyamanan dalam hunian.
(Gambar 2. 12 : Cross ventilation)
(Sumber : Sketsa berdasarkan hasil analisa)
C.
Perumahan
berkonsep arsitektur hijau
Pengertian Perumahan Dengan Konsep
Arsitektur Hijau adalah kelompok rumah yang dirancang sesuai dengan
kaidah-kaidah arsitektur hijau, sehingga menciptakan lingkungan yang aman,
serasi, nyaman, tenang
dan suasana yang mendukung kegiatan pada perumahan, serta dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan yang memadai.
NOTE. UNTUK FILE MENTAH SILAHKAN KOMENTAR DAN SERTAKAN EMAIL ANDA, DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN LINK DOWNLOADX
<<<<<<<<<<KEMBALI KE BAB I
LANJUTAN BAB III>>>>>>>>>>>>
<<<<<<<<<<KEMBALI KE BAB I
LANJUTAN BAB III>>>>>>>>>>>>
mfendy2@gmail.com
ReplyDeleteemilpadila@gmail.com
ReplyDelete